Tahun sudah berganti, tiba-tiba sudah berada di penghujung akhir Januari 2022.
Ibu-ibu tempat kami mengaji sudah mulai bertanya, kemana kita akan berwisata religi tahun ini? Mengingat keinginan itu sudah di rencanakan sejak jauh hari. Sayang Corona tak kunjung pergi membuat kita harus mengubur dalam-dalam keingin untuk pergi-pergi.
Sekarang semua tempat sudah terbuka, masjid-masjid pun sudah kembali menerima jamaah dengan bahagia. Akhirnya kita kembali merajut keinginan untuk pergi wisata bersama.

Ibu-ibu ini adalah para jamaah yang setiap pekan selalu bersama belajar membaca Al-Quran dan mentadabburi artinya, meskipun tak mudah mereka begitu antusias dan bersemangat mencoba memahami setiap kata perkata dalam Al-Qur’an, bertahun-tahun tak pernah lelah meskipun tak kunjung bisa. Harap maklum mereka bukanlah anak-anak usia remaja yang bisa dengan mudah mengucapkan huruf demi huruf dalam bahasa Arab.
Baca juga:
Wisata edukasi taman pintar Yogyakarta
Ingin mulai menabung emas, ketahui hal ini dulu!
Begini ternyata Cara Islam Memuliakan Wanitanya
Hari ini kita bersama mengunjungi sebuah tempat yang istimewa yaitu sebuah masjid yang sangat indah, masjid ini di kenal mirip dengan masjid Nabawi karena memiliki pintu berlapis warna emas dengan desain yang hampir sama dengan pintu yang berada di masjid Nabawi. Nama masjid ini adalah Masjid Suciati Saliman, terletak di jalan Gito Gati Grojogan Pandowoharjo Sleman Yogyakarta.
Begitu sampai disana kita akan langsung melihat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang megah, terdapat lima menara yang menjulang tinggi, tak kalah mirip dengan yang berada di masjid Nabawi.
Semakin melihat ke dalam Anda akan dibuat takjub dengan desain interiornya, benar-benar mirip dengan desain yang ada di masjid di Madinah yang di bangun oleh baginda Nabi Muhammad SAW.

Masjid yang sudah di lengkapi dengan pendingin ruangan ini di bangun pada tahun 2015 dan di resmikan pada tahun 2018, memiliki 3 lantai untuk sholat, satu lantai basemen dan lantai kelima terdapat kubah yang juga berlapis warna emas. Dari lantai lima ini kita bisa melihat gunung Merapi yang tampak indah, di lantai ini pula kita dapat langsung terhubung dengan lima menara.
Yang istimewa, kali ini kita berkesempatan untuk dapat berfoto dengan menara-menara yang menjulang tinggi menakjubkan. Ini kesempatan langka lho karena tempat yang ini tidak dibuka untuk umum.

Masjid ini memiliki area parkir yang cukup luas juga tempat wudhu dan kamar mandi yang bersih. Di bangun di atas lahan 1600 meter persegi masjid Suciati Saliman dapat menampung sekitar 1000 jamaah, bahkan ketika ramadhan tiba jama’ah bisa sampai tumpah ke jalan. Masjid ini bukan hanya sebagai tempat sholat namun benar-benar di fungsikan sebagai masjid yang melayani umat.
Ketika bulan ramadhan banyak masjid yang berlomba-lomba menyiapkan menu buka puasa secara gratis, namun di sini bukan hanya tersedia menu buka puasa saja yang gratis, ketika sahurpun masjid Suciati menyediakannya bagi siapapun yang hadir disini.
Meskipun masjid ini bernuansa timur tengah yang melekat ternyata tetap memiliki falsafah Jawa yang sangat kental yaitu :
“Tentrem Ibadah’e, Ayem Atine, Makmur Rejekine”
Yang artinya ibadah dengan tenang hati bahagia dan rizki lancar. Dan benar saja begitu masuk ke dalam masjid hawa sejuk dan tenang langsung menyeruak kedalam hati, karpet merah nan empuk membuat siapapun akan nyaman jika berlama-lama khusuk berada di dalam rumah Tuhan ini.

Sebelum mengagumi setiap detail keindahan dari masjid ini, kita terlebih dahulu berkumpul untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang masjid Suciati Saliman dari salah satu pengurus takmir disana bernama Affandi, yaitu tentang kegiatan-kegiatannya, program-programnya dan banyak lagi yang lainnya.
Dari penjelasan tersebut, rupanya ada hal yang lebih mengagumkan dibandingkan kemegahan bangunan masjid ini yaitu kisah dari sang pemilik masjid yang bernama Suciati Saliman Riyanto Raharjo.
Wanita yang ketika masjid ini mulai di bangun telah berusia 63 tahun ini ternyata sudah bercita-cita untuk membangun sebuah masjid sejak sekolah SMP, ibunya hanyalah seorang pedagang ayam di pasar namun hal itu tidak membuatnya mengubur cita-cita.

Setelah dewasa Suciati mengikuti jejak ibunya berjualan ayam di pasar Terban Yogyakarta. Yang menarik, Suciati adalah orang pertama yang berjualan ayam potong di pasar. Maklum pada tahun-tahun 70-80an hanya sedikit orang yang memiliki lemari pendingin, sehingga ayam di jual di pasar dalam keadaan masih hidup, mereka khawatir ayam tidak dapat dijual lagi keesokan harinya jika sudah terpotong.
Ternyata keberanian ibu Suciati mencoba sesuatu yang baru membuat usahanya semakin besar hingga mampu bekerjasama dengan sebuah restoran ayam goreng internasional yang ada di Yogyakarta.
Usahanya terus meningkat hingga mampu mengantarkan Suciati berangkat umroh ke tanah suci, dan di Masjid Nabawi inilah keinginan Suciati semakin kuat untuk membangun sebuah masjid yang mirip dengan Masjid Nabawi, dia berharap siapapun yang rindu dengan Rasulullah, rindu pada masjid Nabawi dapat terobati dengan hadir di masjid Suciati Saliman, hingga akhirnya tahun 2018 masjid ini resmi di buka untuk umum.
Masyaa Allah, sungguh sebuah kisah yang inspiratif, siapapun dari kita harus memiliki impian yang besar, impian untuk dapat bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya umat manusia, kita juga harus terus memupuk cita-cita jangan sampai padam, meskipun tantangan dan rintangan seringkali menghadang. Ketika kita terus berusaha dan berdoa maka dengan berjalannya waktu tanpa kita sadari Allah lah yang akan menyampaikan kita pada cita-cita tersebut.
Sebagaimana prinsip hidup Suciati Saliman yaitu “Urip itu Urup”, hidup harus bermanfaat.

Sebagai orang tua, ini adalah pelajaran yang sangat penting agar terus menumbuhkan cita-cita yang besar pada anak-anak kita sejak dini. Mendampingi, memberikan semangat dan mendoakan mereka agar mampu mencapai cita-citanya.
“Tak ada cita-cita yang terlalu tinggi bagi mereka yang menyakini kekuasaan Allah SWT.”
Baca juga :
Bagaimana agar anak senang belajar Al-Qur’an
Barang-barang semua naik inflasi sangat tinggi, harus bagaimana?