Setelah 3 tahun berkutat dengan pendidikan PAUD & TK, si Adek sekarang harus melalui pendidikan home schooling alias dirumah saja alias tidak sekolah.

Awalnya ada rasa khawatir ketika memutuskan untuk menariknya dari sekolah, ngapain nanti dia dirumah, bagaimana kalau ada yang bertanya sekolah dimana? kelas berapa? Bagaimana menjawabnya? Apakah dia tidak akan bosan di rumah saja, padahal sudah terbiasa bersekolah?

Segala keraguan demi keraguan menggelayut dikepala. Tapi…

Bukan tanpa alasan jika si cantik sholeha ini tidak langsung lanjut ke sekolah SD, menurutku usianya yang pas 6 tahun masih terlalu dini untuk ikut berkompetisi, berkutat dengan pelajaran sekolah yang sepertinya semakin rumit dan berat, meski dia sudah lancar baca tulis.

Kenapa sih harus buru-buru? Bukankah dia punya waktu untuk belajar seumur hidup? Inginnya sih, dalam usianya yang masih dini dia lebih banyak belajar tentang etika dan pendidikan karakter bukan pelajaran sekolah yang nembosankan dan menegangkan. 🙇

Kadang justru bingung kalau ada orang tua yang bangga ketika memasukkan anaknya ke sekolah dasar di usia yang terlampau dini sehingga kelak bisa lulus kuliah juga lebih dini. Seakan mereka ini akan mencapai kesuksesan lebih cepat. Padahal bisa jadi mereka justru akan menjadi depresi karena menerima kesuksesan ketika usianya belum matang.

Tapi memang benar, setiap pemikiran tidak ada yang salah, setiap orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan cara yang paling baik dan benar. Jadi semuanya hanya masalah pilihan saja.

Untuk si Adek, pada awalnya ada sangat banyak pertanyaan yang keluar dari mulut mungil itu.

“Mama kenapa aku ga sekolah? Mama kenapa aku cuman dirumah? Teman-temanku juga masih kecil tapi kenapa sudah boleh sekolah? Si A umurnya lebih kecil dariku, tapi sudah kelas satu SD”. Dan… serentetan komplain yang dia sampaikan.

Duuh bagaimana ya menjelaskan padanya alasan yang membuatnya bisa mengerti dan menerima keputusan ini. Bahwa tidak bersekolah formal tidak berarti tidak belajar, bahwa usia yang lebih matang memunkinkannya lebih siap dalam menerima pelajaran dan bersosialisasi dengan teman-temannya.

Tapi aku masih saja bingung mencari bahasa yang sesuai untuknya.

Malam itu aku sempat bimbang, ku khususkan sholat hajatku hanya untuk memantapkan hati bahwa memberi pendidikan sendiri dirumah adalah pilihan terbaik untuknya saat ini.

Ya Allah tunjukkan jalan terbaik dalam menyayangi dan mendidik titipanMu ini dan bukakanlah hatinya agar bisa menerima dengan senang, aamiin…

Yang paling pertama kulakukan setelah masa libur anak-anak usai, yaitu mencarikan gadis kecilku lest extra, musik? Vocal? Menari? Presenter cilik? Bahasa inggris? Atau matematika? Kuajak anak ini muter-muter mencari sesuatu yang menyenangkan untuk mengganti kegalauannya karena tidak sekolah. Namun ada aja kendala yang mengurungkan niat untuk mengikuti lest-lest itu.

Musik? vocal? menari? Apakah kegiatan-kegiatan itu bisa lebih bermanfaat atau justru kelak akan memancing banyak mudharat? Kalau sudah pandai bermusik, olah vocal, menari terus mau apa? Apakah cuma bisa-bisaan aja, menyanyi, menari menikmati diri sendiri di dalam kamar?

Tidak ada seorangpun berlatih semua itu kecuali untuk mendapatkan tepukan dari orang-orang, apakah hal seperti itu yang di sebut kwalitas diri?

Bertahun-tahun manusia belajar untuk dapat bersikap tawadhu, tidak riya’, tidak pamer, tidak membanggakan diri, itupun belum tentu bisa, tapi di usia dini aku justru mengajarkannya bagaimana mencari popularitas, memamerkan talenta.

Aahh sudahlah! Sepertinya aku bingung sendiri. Mungkin aku yang belum faham.

Akhirnya kuhapus les vocal, musik dan menari dari daftar kegiatan anakku. Matematika? Nahh, ilmu ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang berprofesi tertentu, tidak untuk sembarang orang dan tidak untuk semua orang, ngapain capek-capek lest? Toh jika hanya untuk menjadi biasa, dapat berhitung umum pun sudah cukup untuknya.

Sekarang tinggal les presenter dan bahasa inggris, bagiku ilmu ini yang paling penting. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasi adalah sebuah ketrampilan penting yang harus dimiliki dalam menjalani hidup. Karena sepandai apapun jika kurang bisa berkomunikasi, dia akan menjadi orang yang sangat menyebalkan, hehe maaf… 🙏

Dan akhirnya Kita sampailah di KUMON untuk mendaftarkan adek cantik Les bahasa Inglish, melihat bola matanya  berbinar membuat hati ini berbunga-bunga, ahh bahagia nya dia.

Tapi ternyata persoalan belum berakhir, lest yang hanya masuk 2x seminggu ini masih menyisakan kegalauan, dia masih butuh kegiatan yang lain, tidak ada TV di rumah, pegang gadget pun tak boleh, sedangkan masih ada 3 hari sebelum Sabtu Ahad ketika Kakak dan Ayah libur. “Aku bosen ma…” Rengeknya.

Ahaaa…

Beruntung lah mamamu ini cuma dirumah aja nak, jadi kita bisa bersenang-senang dengan Al-Qur’an.

Selain ba’da maghrib dan ba’da subuh, Kita punya waktu jam 09.00-10.00 wib untuk membaca lagi Al-Qur’an dan menghafalkan nya, Mari Kita camon…

Akhirnya inilah yang terjadi, aku berputar-putar mencari cara dan cerita untuk merayunya agar mau. Ehh! Ternyata di luar dugaan, dia sangat menyukainya bahkan sebelum aku melakukan banyak hal, hiks, terharu samamu nak… ❤

Belajar Al-Qur’an

Kita belajar bersama ya? Mama juga pengen bisa menghafal sepertimu, tapi tumpukan dosa yang sudah berkarat ini tidak mudah membuat Al-Qur’an mau menempel diotak. 🙇

Hampir setahun berlalu, dengan segala keceriaan yang kemanjaannya, akhirnya selesai juga juz 30 dia hafalkan. Padahal seandainya lebih serious Insha Allah bisa lebih dari itu. Tapi tak apalah semoga dengan menghafal Al-Quran, Allah akan meridhoimu dan menjagamu ya Tata sholiha…

Tahun ajaran baru akan segera tiba, sebentar lagi dia masuk SD, tapi menghafal Al-Qur’an akan selamanya menjadi PR.

Tidak perlu menjadi populer, tidak perlu menjadi sempurna, cukup menjadi tentram dan bahagia dalam menjalani hidup ini, betul kan Sahabat… 😊